Cinema 21, Sang Jawara Bisnis Bioskop

Tangkaslegal.com – Cinema 21, Sang Jawara Bisnis Bioskop

Jakarta – Untuk urusan sensasi, MR Bean Kesurupan Depe terhitung sukses. Film besutan K2K Production itu berhasil memancing reaksi banyak orang. Pun, berhasil mengundang komentar dari Sir Rowan Atkinson, pemeran asli Mr Bean.

Buktinya, di akun facebook yang menampung 21 juta lebih penggemar Mr Bean versi Sir Rowan Atkinson itu, tercantum tulisan yang memperingatkan agar para penggemarnya di Indonesia lebih waspada karena Mr Bean tidak pernah bermain dalam film tersebut.

Peringatan itu disampaikan kurang lebih pada tanggal 9 Juni lalu. Adapun penayangan perdana MR Bean Kesurupan Depe di layar bioskop Cinema 21, tercatat dua hari sebelumnya.

Tiga hari setelah Sir Rowan Atkinson angkat bicara, kepada Vivanews, KK Dheeraj -produser film Mr Bean Kesurupan Depe- mengaku bahwa ia tidak melakukan penipuan, karena sedari awal, dirinya hanya menyebutkan bahwa Mr Bean yang bermain di film itu berasal dari Inggris. Bukan menunjuk Sir Rowan Atkinson. Jadi?

Tidak jelas benar akhir dari “kehebohan” itu kemudian. Yang terang, KK Dheeraj sempat berujar bahwa setelah tayang beberapa hari di Cinema 21, report Mr Bean Kesurupan Depe lumayan bagus. Bagaimana dengan saat ini? Entahlah.

Film produksi K2K Production itu hanyalah salah satu dari sekian puluh film layar lebar kreasi lokal yang telah diputar di jaringan bioskop Cinema 21, sampai saat ini. Dalam satu kesempatan kepada media, Catherine Keng, Corporate Secretary PT Nusantara Sejahtera Raya, pernah berucap bahwa dalam rentang waktu Januari 2012 hingga Mei lalu, pihaknya sudah menayangkan 89 judul film. Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 judul merupakan film nasional. Kelak, angka itu bisa bertambah mengingat masih banyaknya film-film baru yang siap tayang hingga akhir tahun nanti.

Dan, bersamaan dengan itu, jaringan bioskop Cinema 21 pun ingin meluncurkan bioskop baru di beberapa daerah, seperti di Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua. Minimal, ekspansi itu diharapkan bisa terealisir tahun depan. Sebelumnya, Cinema 21 ingin menghadirkan lebih dulu bioskop sejenis di Cirebon dan Bali.

Perlu diketahui, Cinema 21 adalah label dagang yang dilansir oleh PT Nusantara Sejahtera Raya di pentas bisnis hiburan, khususnya bioskop. Belakangan, Nusantara Sejahtera Raya pun meluncurkan label lain, seperti Cinema XXI, The Premiere, dan IMAX.

Berdasarkan catatan yang dikumpulkan oleh Berita-Bisnis, Nusantara Sejahtera Raya yang mengelola jaringan bioskop Cinema 21 -kerap disebut Grup 21- diakui sebagai penguasa bisnis jaringan bioskop di seluruh Indonesia, sampai saat ini.

Paling tidak ada 629 layar milik jaringan bioskop Cinema 21 yang tersebar di 130 lokasi di seluruh Indonesia. Sementara itu, di saat yang sama, total jumlah bioskop yang beroperasi di seluruh Indonesia sendiri terhitung sebanyak 172 unit dengan jumlah layar mencapai 676 unit.

Tak cuma itu. Jejak bisnis Nusantara Sejahtera Raya juga merambah hingga lini distribusi film. Di arena ini, Nusantara Sejahtera Raya memiliki setidaknya tiga perusahaan yang mengurusi jalur distribusi film-film yang berasal dari Motion Picture Association of America (MPAA) dan film non MPAA.

Ambil contoh, PT Camila Internusa dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film. Kedua perusahaan ini dikenal sebagai distributor film-film MPAA (sebuah asosiasi yang terdiri dari enam produsen utama film-film Hollywood, yakni Warner Bros, Paramount, 20th Century Fox, Sony, Universal, dan Disney). Sedangkan perusahaan ketiga adalah PT Amero Mitra Film yang bertugas mengimpor film non MPAA. Melihat kondisi semacam itu, wajar bila kemudian sempat muncul dugaan jika Grup 21 telah melakukan monopoli terhadap bisnis bioskop di Indonesia.

Oh ya, beberapa waktu lalu, ijin impor Camila Internusa dan Satrya Perkasa Esthetika Film sempat diblokir oleh Ditjen Bea dan Cukai karena dinilai tidak melaporkan pajak/bea sesuai aturan yang berlaku. Menurut perhitungan Ditjen Bea dan Cukai, Camila Internusa dan Satrya Perkasa Esthetika Film memiliki kewajiban bea dan pajak yang terutang sebanyak Rp 30 miliar. Ditambah denda sebesar 1000 persen, maka keduanya diwajibkan untuk membayar Rp 330 miliar ke kas negara.

Apa yang terjadi selanjutnya? Justru situasi kelihatan semakin kisruh manakala Grup 21 merilis kehadiran PT Omega Film sebagai importir baru film-film MPAA di medio Januari tahun lalu. Meski demikian, suasana “panas” itu cepat menguap dan Omega Film bisa beroperasi kembali.

Terlepas dari persoalan di atas, dengan dukungan 629 layar yang berada di 130 lokasi plus memiliki lengan bisnis di jalur distribusi memang membuat Nusantara Sejahtera Raya tampak tertandingi oleh siapa pun. Bahkan oleh Blitzmegaplex. Jaringan bioskop yang meluncur perdana di Bandung kurang lebih enam tahun silam ini, baru mengelola 7 bioskop, hingga saat ini.

Adalah pusat perbelanjaan Paris van Java Bandung yang menjadi lokasi pertama pengoperasian bioskop Blitzmegaplex. Setelah itu, Blitzmegaplex hadir di Grand Indonesia. Di mal yang berada di lokasi strategis Jakarta itu, Blitzmegaplex menempati area seluas 8900 meter persegi dengan kapasitas lebih dari 2900 kursi.

Tahun 2007, bioskop serupa dioperasikan di Pacific Place Jakarta dan selang setahun dibuka di Mall Of Indonesia Jakarta. Tiga tahun lalu, Blitzmegaplex merambah hingga ke Tangerang lewat kehadirannya di
Teraskota Mall Serpong. Menyusul kemudian dibuka di Central Park dan medio Juni tahun lalu resmi beroperasi di Bekasi Cyber Park.

Dalam perjalanannya yang relatif singkat dibandingkan Grup 21, jaringan bioskop Blitzmegaplex mengklaim telah berhasil mendapatkan beberapa penghargaan, seperti “bioskop terbesar di Indonesia” yang diperoleh dari Museum Rekor Indonesia pada tahun 2007.

Lalu, Blitzmegaplex Paris van Java Bandung berhasil memecahkan rekor sejuta penonton dalam tempo setahun setelah diluncurkan dan keberhasilan Blitzmegaplex Grand Indonesia yang mampu meraih rekor 10.600 penonton dalam waktu satu hari pada bulan Juni 2007.

Okelah kalau begitu. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa sih nilai bisnis ini? Sayang, tidak ada data akurat yang mampu menampilkan secara utuh perputaran uang di bisnis bioskop di Indonesia.

Cuma, kalau merujuk ke hasil penelitian yang telah dilakukan Motion Picture Association bersama Oxford Economics dan disampaikan oleh Michael C. Ellis, President and Managing Director Asia Pacific of the Motion Picture Association, beberapa waktu lampau, tak kurang dari USD 577,5 juta telah disumbangkan secara langsung oleh industri film kepada pemerintah Indonesia pada tahun 2010. Di saat yang sama, pendapatan pajak industri film tercatat sebanyak USD 194,7 juta.

Artinya, perputaran fulus di pentas bisnis ini, pastilah lebih besar dari paparan di atas. Selanjutnya, gampang ditebak. Jaringan bioskop Cinema 21 otomatis kebagian fulus lumayan besar. Pasalnya, dialah jawara di bisnis ini.

You might also like More from author

Leave A Reply

Your email address will not be published.